PESONA WISATA DAN ENERGI POTENSIALMU


Kabupaten Boyolali (Bahasa Jawa: Bayalali, arti harafiah: “lupa dari marabahaya”), adalah sebuah kabupat

en di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Boyolali, terletak sekitar 25 km sebelah barat Kota Surakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Grobogan di utara; Kabupaten Sragen, Kabupaten Karanganyar, dan Kota Surakarta (Solo) di timur; Kabupaten Klaten di selatan; serta Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang di barat. Kabupaten Boyolali terdiri atas 19 kecamatan, yang dibagi lagi atas 262 desa dan 5 kelurahan.

LOKASI KABUPATEN BOYOLALI

Boyolali terletak di kaki sebelah timur Gunung Merapi dan Gunung Merbabu yang memiliki pemandangan sangat indah dan mempesona, sayuran hijau yang luas dan berbukit-bukit serta aktifitas Gunung Merapi yang terlihat dengan jelas aliran lahar dan asapnya. Jalur Solo-Boyolali-Cepogo-Selo-Borobudur (SSB) yang melintasi kedua gunung tersebut dipromosikan menjadi jalur wisata menarik yang menjadi pilihan bagi wisatawan baik domestik maupun negara asing dari kota budaya Surakarta menuju Candi Borobudur untuk melintasi Kabupaten Boyolali. Kecamatan Selo dikenal sebagai daerah peristirahatan sementara bagi para pendaki Gunung Merapi yang mempunyai tempat penjualan cenderamata yang representatif. Kecamatan Cepogo merupakan sentra penghasil sayuran hijau yang segar dan murah serta pusat kerajinan tembaga di Boyolali. Selain panorama Gunung Merapi dan Merbabu, kabupaten Boyolali juga memiliki tempat wisata berupa mata air alami yang mengalir secara terus menerus dan sangat jernih yang dikelola dengan baik menjadi tempat wisata air, kolam renang, kolam pancing dan restoran seperti di Tlatar (sekitar 4 km arah utara kota Boyolali) dan Pengging di Kecamatan Banyudono (sekitar 10 km arah timur kota Boyolali). Kedua tempat wisata air ini memiliki keunikan sendiri-sendiri. Kalau di Tlatar memiliki keunggulan dimana lokasinya masih sangat luas dan memiliki beberapa pilihan kolam renang berikut tempat mancing dan restoran terapung, maka di Pengging memiliki keunggulan dimana dulunya merupakan tempat mandi keluarga Kasunanan Surakarta . Sehingga disekitar Pengging ini masih dapat ditemukan bangunan-bangunan bersejarah yang unik milik Kasunanan Surakarta. Juga terdapat makam salah seorang pujangga Keraton Surakarta yaitu Raden Ngabehi Yosodipuro.

LEGENDA DAN ASAL-USUL UMBUL TLATAR

Berdasarkan hasil wawancara Naniek Irawati S.Sen dengan Roesijadi pada tahun 1997 didapatkan informasi tentang asal-usul Umbul Tlatar sebagai berikut.

Cerita diawali dengan adanya sebuah desa yang merupakan bentangan padang ilalang, tanahnya kering kerontang, berpadas dan penuh bebatuan. Desa ini bernama Sambi. Pemimpin desa pada waktu itu bernama Ki Ageng Wonotoro, beliau adalah sosok figure yang sangat arif dan bijaksana penuh rasa tanggung jawab dalam memimpin desanya disamping itu beliau juga mempunyai kepandaian linuwih dalam hal kebatinan.

Ki Ageng Wonotoro merasa sangat prihatin melihat keadaan desanya yang gersang kekurangan air, untuk mendapatkan sumber / mata air Ki Ageng Wonotoro melakukan semedi mohon petunjuk kepada Tuhan Yang maha Kuasa agar diberi sumber air. Didalam semedinya Ki Ageng Wonotoro mendapat petunjuk ( ilham ) yang isinya “ Untuk mendapatkan sumber air supaya pergi ke Pantaran menemui ki Ageng Pantaran. Singkat cerita Ki Ageng Wonotoro memerintahkan seorang cantriknya untuk menemui Ki ageng Pantaran untuk meminta sumber air. Setelah cantrik utusan Ki ageng wonotoro sampai dipantaran dan menyampaikan permohonan pimpinanannya kepada Ki Ageng Pantaran maka diberikan kepada cantrik tersebut sebuah kendi berisi air dan di kawal oleh 4 jin yang masing-masing bernama : Pule, Randu alas, Jangkang dan Asem Gede dengan disertai pesan bahwa selama perjalanan pulang ke Sambi jangan sekali-kali menoleh ke belakang. Akan tetapi dalam perjalanannya sesampai di desa Tlatar terjadi angin ribut, mendung tebal, dan halilintar yang menyambar-nyambar, suasana jadi seram dan menakutkan , sehingga dengan tidak disadari cantrik tersebut menoleh kebelakang karena ketakutan. Kendi yang dibawanya jatuh, bersamaan dengan jatuhnya kendi suara gemuruh tersebut hilang. Cantrik sadar akan tugasnya sehingga diambil kendi tersebut untuk dibawa ke desa Sambi meskipun airnya tinggal sedikit, saat kendi tersebut diambil suara gemuruh dan hujan lebat datang lagi, cantrik semakin ketakutan, sambil membawa kendi yang isinya tinggal sedikit itu cantrik lari sehingga air yang ada dalam kendi tersebut tercicir dijalan. Dan sesampainya di perbatasan desa Sambi airnya habis. Ditempat kendi jatuh ternyata keluar air yang meluap-luap ( umbul ) sedang air yang tercicir di jalan-jalan keluar umbul kecil. Sesampai di Desa Sambi cantrik langsung menghadap Ki Ageng Wonotoro dengan penuh rasa takut dan menceriterakan semua kejadian yang dialami.

Mendengar cerita cantrik tersebut Ki Ageng Wonotoro dengan penuh kesabaran menerima semuanya, Ki Ageng Menyimpulkan bahwa permohonan untuk mendapatkan sumber air belum terkabul. Dengan kejadian tersebut Ki Ageng Wonotoro menyuruh cantrik untuk kembali ketempat dimana kendi tersebut jatuh, dengan maksud agar cantrik tersebut menjaga sumber air ( umbul ) yang muncul tersebut. Cantrik menuju ketempat kendi jatuh disitu cantrik melihat umbul yang meluap-luap, dan sekitar umbul ada 4 pohon besar yaitu pohon randu alas, pule, asem gede dan jangkang yang merupakan jilmaan dari 4 jim yang mengawal.

Melihat air yang meluap-luap, cantrik berusaha menyumbat sedikit agar air dapat dimanfaatkan untuk masyarakat sekitarnya, kemudian cantrik mengambil batu di desa Mudal, tetapi karena batu yang diambil terlalu besar batu itu jatuh disebelah dukuh Mudal, kemudian cantrik mencari batu lagi dan akhirnya batu tersebut dapat menyumbat sebagian dari umbul, sehingga airnya dapat dimanfaatkan. Setelah itu cantrik tersebut kembali ke Sambi, Ki Ageng Wonotoro bertanya kenapa cantrik kembali pulang padahal cantrik tersebut disuruh untuk menjaga umbul itu. Cantrik menceriterakan kejadian di umbul, dari cerita cantrik Ki Ageng Wonotoro tetap menyuruh cantrik agar tetap menjaga umbul tersebut dan dari kejadian tersebut Ki Ageng Wonotoro berpesan bahwa “ Kalau jaman sudah ramai besok “

· Tempat kendi jatuh aku namakan umbul mubal, yang sekarang ini disebut umbul Tlatar karena tempatnya di dukuh Tlatar.

· Tempat air tercecer dinamakan umbul Recah yang sekarang menyebut desa Rancah.

· Tempat suara , prahara dinamakan Udan Nuwuh

· Tempat mengambil batu untuk menyumbat dinamakan pasekan yang sekarang menjadi desa Pasekan.

· Batu yang jatuh disebelah timur dukuh Mudal dinamakan batu Si gajah.

Dengan membawa pesan dari Ki Ageng Wonotoro cantrik kembali ke umbul dan melakukan semedi untuk mendapatkan pendamping hidup. Dalam semedinya cantrik diganggu oleh para peri yang akhirnya salah satu peri tersebut menjadi isteri dari cantrik.

Dari perkembangan cerita perkawinan cantrik dengan peri dilaksanakan dengan perjanjian bahwa perkawinan dilaksanakan asal peri tersebut dibuatkan rumah di sebelah timur umbul yang dinamakan Sedalem dan mata airnya dinamakan Sendang Sidalem.

Semuanya adalah cerita dahulu. Sekarang umbul Tlatar menjadi sebuah obyek wisata, pemandian untuk keluarga yang dilengkapi dengan tempat pemancingan dan warung lesehan yang menyajikan bebagai masakan ikan air tawar dan juga tempat bermain bagi anak-anak. Sehingga layak disebut sebagai Ekowisata air. Disamping itu Tlatar sangat sesuai untuk wisata keluarga, karena letaknya yang tidak jauh dari kota Boyolali yaitu sekitar 4 km ke arah utara.

Saat ini Umbul Tlatar merupakan pemasok air baku utama bagi masyarakat Boyolali karena PDAM Boyolali memanfaatkan Umbul Tlatar untuk pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakat Boyolali

Selain uraian akhir dari legenda umbul Tlatar, ada satu hal yang lebih menarik untuk dikembangkan di umbul Tlatar yaitu pemanfaatan air yang ada untuk membangkitkan energi dengan mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro ( PLTMH ). Artinya bahwa umbul Tlatar menyimpan potensi untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro ( PLTMH )

POTENSI ENERGI UMBUL TLATAR

Potensi adalah gambaran besaran kapasitas pembangkit listrik yang mungkin dapat dikembangkan pada suatu lokasi tertentu. Potensi sangat ditentukkan oleh debit air dan perbedaan tinggi muka air. Debit air di Umbul Tlatar berasal dari dua buah umbul yaitu Umbul Pengilon dan Umbul Asem ditambah dengan umbul-umbul kecil di sekitarnya. Jika di sentralkan pada suatu aliran ( chanal ) maka debit air Umbul Tlatar lebih dari 3 m3/ detik dan pada perencanaan mendatang apabila dibuat bendung dengan beda tinggi air permukaan atas dan tinggi permukaan air bawah adalah 2,5 m maka untuk satu titik potensi dari Umbul Tlatar mempunyai energi potensial dengan persamaan sebagai berikut :

P = η . ρ . g. H . Q (watt)

Dengan ketentuan :

P = potensi daya dalam watt

η = effisiensi mesin

ρ = Massa jenis air ( kg/m2 )

g = percepatan grafitasi ( 9,81 m / dt2 )

H = Head yaitu beda tinggi permukaan air atas dan permukaan air bawah ( m )

Q = debit air ( m3 / dt )

Digunakan debit setengah dari debit total Q = 1,5 m3/s

P = η . ρ . g. H . Q

= 0.6 . 1 . 9.81 . 2,5 . 1,5

= 22,0725 kw

Selain Potensi di Umbul Tlatar ada potensi yang tidak jauh dari Umbul Tlatar, tepatnya disebelah timur Umbul Tlatar yaitu Sendang Sidalem yang saat ini airnya masih terbuang percuma ke sungai. Berdasarkan pengamatan penulis terdapat debit air tidak kurang dari 200 liter / detik sedangkan dapat dibuat perbedaan tinggi ( Head ) 4 m kearah sungai.

PENGGUNAAN LISTRIK YANG DIHASILKAN

Listrik yang dihasilkan tersebut dapat digunakan untuk pengembangan obyek wisata tersebut, yang antara lain dapat digunakan untuk :

1. Penerangan obyek wisata

2. Pemanasan air sehingga dapat berkembang pemandian air panas.

3. Sebagai pusat studi tentang PLTMH

Sebagai penutup dari tulisan ini penulis menyimpulkan bahwa Umbul Tlatar sangat berpotensi untuk menjadi obyek wisata yang mandiri energi.